Cara yang paling umum untuk menilai sebuah perusahaan adalah menggunakan labanya. Laba, dalam hal ini laba bersih, adalah sejumlah dana yang tersisa setelah perusahaan membayar semua pengeluarannya. Untuk melihat perbandingannya secara relevan, ukuran yang biasa digunakan adalah laba per saham (earning per share atau disingkat EPS).

EPS didapat dari pembagian laba bersih dengan jumlah saham yang beredar. Contohnya jika laba bersih perusahaan X adalah Rp 100 juta, sedangkan jumlah saham yang beredar saat itu adalah 1 juta lembar saham. Maka EPS-nya adalah: Laba per saham = Laba bersih/Jumlah saham beredar = Rp 100 juta / 1 juta lembar = Rp 100/lembar

Arti dari EPS ini sebenarnya tidak menjadi penting jika tidak dibandingkan dengan harga saham perusahaan tersebut. Sedangkan Price Earning Ratio adalah perbandingan harga saham dengan laba per saham yang kemudian menjadi ukuran penting yang menjadi landasan pertimbangan seorang investor membeli saham sebuah perusahaan. Jika harga saham perusahaan X pada periode tertentu adalah Rp 500 per saham, maka perhitungan PER adalah:

PER = Harga saham/lembar/Laba per saham = Rp 500 / Rp 100/lembar saham = 5 kali

Banyak sekali investor hanya mengambil PER sebagai pembanding dan beranggapan bahwa PER rendah berarti perusahaan tersebut dijual dengan harga murah. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Sebab seringkali PER yang rendah dibandingkan industri, mengindikasikan adanya masalah pada perusahaan tersebut. Selain itu PER menjadi kurang relevan untuk menilai kinerja operasional perusahaan karena distorsi angka laba (rugi) bersih akibat penerapan akuntansi pada item laba (rugi) akibat selisih kurs. Buat menghilangkan distorsi ini, sederhananya angka yang dipakai bukan laba bersih per saham (EPS) melainkan laba usaha per saham (Operating Profit per Share atau kita singkat saja OPS).

P/OPS= Harga / Laba Usaha Per Saham (Ferdy Lauhery)

Daftar gratis di Olymp Trade: