Dalam pasar uang dan pasar modal, dikenal adanya transaksi Repurchase Agreements atau yang biasa disebut REPO. Sebenarnya seperti apakah REPO itu ? Repurchase Agreement (REPO) adalah transaksi penjualan instrumen efek antara dua belah pihak yang diikuti dengan perjanjian dimana pada tanggal yang telah ditentukan di kemudian hari akan dilaksanakan pembelian kembali atas efek yang sama dengan harga tertentu yang telah disepakati. REPO juga berfungsi seperti secured loan, dimana pihak pembeli akan memperoleh instrumen efek sebagai ‘jaminan’ atas jumlah dana yang diserahkan kepada pihak penjual. Pada saat yang disepakati, bila sejumlah dana dibayarkan kembali dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka instrumen efek tersebut juga dikembalikan dari pihak pembeli kepada penjual.  Walaupun dari mekanismenya mirip seperti pinjaman, namun dari sudut pandang hukum, dalam transaksi REPO terjadi perpindahan kepemilikan atas efek yang ditransaksikan. Instrumen yang biasanya digunakan dalam transaksi REPO diantaranya adalah Obligasi korporasi, Obligasi Negara (Surat Utang Negara), SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan Saham. Transaksi Repo merupakan salah satu alternatif atau memiliki peluang investasi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari sisi pembeli (buyer), dimana mereka akan memperoleh return untuk jangka waktu pendek (short term) dengan tingkat bunga menarik dan relative aman karena pihak pembeli akan memegang jaminan berupa asset atau efek milik penjual. Efek tersebut juga bisa digunakan untuk menghindari terjadinya short positions. Sedangkan dari sisi penjual, tranasksi Repo merupakan alternatif sumber pendanaan yang relatif murah (cheap funding cost) dan aman, dengan cara menyerahkan atau menjaminkan asetnya yang berupa efek tersebut. Dilihat dari jatuh temponya, REPO dapat dibedakan menjadi 3 jenis :

  • Overnight : jatuh tempo dalam satu hari
  • Term : jatuh tempo dalam kurun waktu tertentu
  • Open Repo : tidak ditentukan jatuh temponya.

Yang paling umum adalah Overnight (hanya satu hari) dan Term Repo, dengan tanggal jatuh tempo yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak dalam Repurchase Agreement, bisa sampai 1 (satu) bulan atau lebih. Sedangkan dilihat dari transaksinya, terdapat 2 metode yang biasa digunakan, yaitu :

  • Classic Repo, atau semacam Collateralized Borrowing, dimana dalam Repo tersebut kepemilikan Efek akan tetap berada pada pihak Seller/penjual. Efek tersebut tidak dapat ditransfer atau dijual kembali sebelum tanggal transaksi Repo tersebut jatuh tempo.
  • Sell/Buy Back Repo, transaksi yang melibatkan suatu transfer efek dan dana dimana kepemilikan efek tersebut juga berpindah ke pihak Buyer/pembeli.

Dalam transaksi Sell/Buy Back Repo, terdapat dua kali proses pemindahbukuan. Sebagai contoh;  misalkan Broker A bertransaksi Repo jual dengan Bank B, maka pada tanggal penyelesaian pertama (biasa disebut 1st leg) terjadi perpindahan efek dari Broker  A ke Bank B yang diikuti pula dengan perpindahan dana dari Bank B ke Broker A. Sedangkan pada tanggal penyelesaian kedua (biasa disebut 2nd leg yang juga merupakan jatuh tempo Repo), jumlah dan instrument efek yang sama akan berpindah dari Bank B ke Broker A yang diikuti dengan perpindahan dana sesuai dengan kesepakatan dari Broker A ke Bank B. Umumnya, harga pada saat penebusan lebih tinggi dibandingkan harga penjualan. Istilah Reverse Repo digunakan untuk menggambarkan kejadian sebaliknya dari transasksi Repo. Jika penjualan efek dengan perjanjian membeli kembali disebut transaksi Repo, maka Reverse Repo merupakan pembelian efek yang ditawarkan dalam transaksi Repo untuk dijual kembali, atau juga disebut Buy/Sell Back, karena Reverse Repo merupaka transaksi Repo Jual bila dilihat dari sudut pandang pembeli (buyer). Dalam pelaksanaan transaksi Repo, terdapat beberapa issue atau kendala yang dihadapi oleh para pihak, diantaranya adalah :

  • Dari aspek akuntansi, pedoman standar akuntansi hanya mengakomodir pencatatan transaksi Repo dengan model Classic Repo, dimana aset tetap dicatatkan sebagai milik pihak penjual (seller). Sedangkan berdasarkan metode Sell/Buy Back Repo, sebenarnya terjadi peralihan kepemilikan aset kepada pihak pembeli (buyer).
  • Dari aspek hukum, apabila terdapat sengketa antara pihak yang bertransaksi, ada resiko bahwa pengadilan akan mengkatagorikan transaksi Sel/Buy Back Repo sebagai transaksi pinjam meminjam dengan jaminan (collateralized borrowing).
  • Dari aspek perpajakan, terdapat potensi pengenaan pajak berganda (dua kali), yaitu pada 1st leg dan pada 2nd leg transaction, karena seolah-olah transksi tersebut dilakukan dua kali, padahal transaksi ini merupakan satu rangkaian transaksi Repo.

Transaksi Repo dilakukan para pihak sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak. Agar terdapat standar dan keteraturan dalam perjanjian atau kesepakatan antar pihak, maka telah ditentukan suatu perjanjian standar transaksi Repo berupa Master Repurchase Agreement (MRA), khususnya untuk transaksi Repo atas SUN dan SBI. Beberapa hal yang perlu dicantumkan dalam MRA adalah : Tata cara transaksi, mekanisme pembayaran dan pengalihan aset, pemeliharaan marjin, bagaimana bila tejadi wanprestasi, pengakhiran perjanjian, penyelesaian sengketa, dan dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukung. (Dharma Setyadi)

Daftar gratis di Olymp Trade: