Sejak beberapa tahun terakhir ini pemerintah Republik Indonesia gencar untuk menyerukan kepada pengusaha agar tidak mengekspor barang mentah ke luar negeri. Seruan ini ditujukan kepada pengusaha pada berbagai macam sektor, misalnya, pertambangan, mineral, batu bara, kayu, kimia, perkebunan, agro, dan sebagainya.
Pada sektor mineral dan batu bara misalnya, tahun 2014 lalu sudah digaungkan UU Minerba yang kemudian mewajibkan perusahaan pertambangan membangun smelter di Indonesia. Smelter atau pabrik pengolahan itu digunakan untuk mengolah hasil tambang, dari mentah hingga setengah jadi, sebelum diekspor ke negara lain.
Nah, pada artikel kali ini kita akan membahas beberapa alasan mengapa kita tidak disarankan, atau bahkan dilarang, untuk mengekspor barang mentah.
Mundur ke jaman kolonial
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Euis Saedah dalam suatu workshop di Yogyakarta mengatakan bahwa ekspor barang mentah itu persis seperti jaman penjajahan oleh VOC; perusahaan dagang dari Belanda. Dalam konteks hasil perkebunan, kita hanya menanam, memetik, lalu menjual. Komoditas yang pada jaman itu dijual adalah rempah-rempah, seperti cengkih, lada, kayu manis, kapulaga, dan sebagainya. Bahkan dikabarkan juga komoditas yang dijual tidak hanya rempah-rempah, tetapi juga ayam, beras, kuda, hingga budak. Sekarang, ekspor barang mentah makin beragam, mulai dari produk perkebunan hingga pertambangan. Jika kita masih saja melakukannya, bukankah itu berarti kita justru mundur ke jaman ratusan tahun yang lalu? Dan kita pasti sepakat bahwa kemunduran semacam ini bukanlah mental baik yang perlu dibangun.
Meningkatkan nilai tambah
Tentu saja barang mentah yang ada di Indonesia tersebut harus kita olah terlebih dahulu. Pengolahan dari barang mentah ke barang setengah jadi, atau bahkan barang jadi, ini akan memberikan nilai tambah bagi barang tersebut. Hasil perhitungan jelas-jelas menunjukkan jika kita masih saja ekspor barang mentah, keuntungan kita tidak akan maksimal. Salah satu cara untuk mencapai yang maksimal adalah mengolahnya terlebih dahulu. Contohnya, selama ini kita mengekspor kayu ke negara Tiongkok. Di sana mereka mengolah kayu mentah dari kita itu menjadi produk mebel, lalu menjualnya lagi ke kita dengan biaya yang cukup tinggi. Padahal kita bisa dengan mengeluarkan energi lebih, mengolah kayu tersebut menjadi komponen mebel terlebih dahulu, atau bahkan mebel jadi, sebelum mengekspornya ke luar negeri. Tentu saja keuntungannya akan berlipat ganda.
Indonesia basis produksi; bukan sekadar pasar
Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Jepang meminta khusus kepada para pengusaha Jepang untuk menjadikan Indonesia tidak hanya sebagai pasar otomotif saja, tetapi juga basis produksi komponen otomotif maupun elektronik yang orientasinya adalah ekspor. Kita tentu dengan mudah memahami mengapa Jokowi menyebutkan dua sektor itu. Memang kita sebagai warga Indonesia masih ?ijajah?oleh merek-merek Jepang dalam hal otomotif maupun elektronik. Padahal kita sebenarnya punya kemampuan untuk turut menjadi tempat produksi komponen itu. Kemampuan itu bisa terwujud dalam ketersediaan sumber daya manusia yang jumlahnya banyak, selain pabrik-pabrik yang masih bisa dibangun demi meningkatkan nilai tambah bagi barang mentah. Di sisi lain, Jokowi mengatakan dunia investasi di Indonesia sedang berbenah total. Ia ingin iklim investasi Indonesia bisa bersahabat dengan para pebisnis.
Mengembangkan industri lainnya
Mengekspor barang mentah berarti menghentikan peluang bagi industri lain untuk melakukan aktivitas produksinya. Begitu juga sebaliknya, ketika kita memutuskan untuk mengolah barang mentah itu, ada industri-industri lain yang terbangun dan bergerak untuk menggarap barang mentah itu. Misalnya, kita diajak untuk tidak mengekspor karet mentah. Maka ada banyak industri yang bermain di situ, berikut dengan hasil olahannya. Karet itu bisa diolah menjadi serbuk ban, atau bahkan ban, yang kemudian bisa diekspor dengan harga yang lebih tinggi.
Membuka lapangan pekerjaan baru
Karena membuka potensi berkembang para industri lainnya, maka berkembang jugalah potensi lapangan pekerjaan baru bagi pekerja. Ketika pilihan industri sudah semakin banyak berkembang, sedangkan sistem pendidikan untuk tenaga terampil sendiri sudah mulai diperbaiki sedikit demi sedikit, maka sebenarnya Indonesia sedang mempersiapkan diri menjadi negara dengan produk-produk yang mampu meningkatkan keuntungan bagi negara itu sendiri. Ketika ada lapangan pekerjaan baru, artinya pengangguran bisa jadi berkurang, tingkat kemiskinan menurun, dan kesejahteraan sosial meningkat.
Nah, itulah mengapa kita sangat disarankan untuk tidak mengekspor barang mentah. Hal kecil yang barangkali sederhana, tetapi bisa kita lihat sendiri betapa besar manfaatnya bagi kesejahteraan negara ini. Selain itu, bukankah ini adalah peluang usaha baru bagi anda? Segeralah bertindak, kelola waktu dan keuangan anda, mulailah dengan langkah pertama: Membuat Business Plan.

Daftar gratis di Olymp Trade: