Sejak tahun 2014 pemerintah kita telah membentuk sebuah program jaminan kesehatan yang sangat membantu kita untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang layak dan merata. Meskipun masih banyak terjadi kekurangan di sana sini, terutama soal kesalah pahaman peserta BPJS mengenai informasi yang diberikan, terbukti begitu banyak pasien yang terbantu.
Kita dapat melihat langsung di rumah sakit-rumah sakit besar bagaimana para pasien cuci darah dan terapi-terapi lain bisa mendapatkan fasilitas itu dengan biaya yang rendah atau bahkan gratis. Andaikan tidak menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, pengobatan itu sangat mahal dan pasti akan menguras uang yang ada.
Kehadiran BPJS Kesehatan ini memang bagaikan angin segar bagi masyarakat umum. Pasalnya, sejak berpuluh-puluh tahun lalu sebenarnya sudah ada program Askes yang membantu warga untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Namun program tersebut hanya terbatas pada kalangan PNS dan ABRI (kini TNI dan Polri) saja. Sedangkan BPJS Kesehatan ini bersifat menyeluruh, bahkan tiap warga diwajibkan untuk menjadi peserta.
Kondisi yang baik ini lantas menimbulkan pertanyaan yang menarik: kemudian mana yang lebih baik antara BPJS Kesehatan atau asuransi kesehatan swasta? Mana program yang lebih baik untuk kita pilih?
Pertanyaan ini tak mudah untuk dijawab lantaran setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda soal asuransi kesehatan. Sekalipun hendak dijawab, perlu ditunjukkan dengan jelas beberapa komponen pembanding antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta yang nantinya bisa ditimbang-timbang.
Dalam artikel ini anda akan menemukan beberapa komponen yang patut untuk anda pertimbangkan tersebut. Beberapa komponen tersebut adalah:
Premi yang dibayarkan
Sama seperti halnya asuransi, BPJS Kesehatan juga mensyaratkan pesertanya untuk membayar premi asuransi. Bila dibandingkan dengan asuransi kesehatan swasta pada umumnya, bisa dikatakan bahwa premi yang perlu dibayarkan untuk BPJS Kesehatan ini cenderung sangat murah. Berdasarkan informasi yang ada biaya premi yang dibayarkan oleh tiap orang per bulannya antara Rp25.500 hingga Rp59.500 tergantung pada kelas Ruang Perawatan yang dipililh oleh peserta. Begini rinciannya:
Ruang Perawatan | Premi tiap orang/bulan | |
1 | Kelas I | Rp59.500 |
2 | Kelas II | Rp42.500 |
3 | Kelas III | Rp25.500 |
Jumlah ini menjadi sangat kecil bila dibandingkan dengan asuransi kesehatan swasta yang ada. Dari penelusuran yang dilakukan kepada beberapa asuransi kesehatan swasta yang besar, biaya premi biasanya mulai dari sekitar Rp200 ribu hingga lebih dari Rp1 juta setiap bulannya. Untuk diketahui, asuransi kesehatan swasta biasanya membagi besaran nilai premi ini juga dari kelompok umur yang ada. Semakin tua usia peserta, semakin banyak juga premi yang dibayarkan setiap bulannya. Hal yang demikian tidak diterapkan dalam BPJS, mau umur berapa saja biayanya sama dan hanya ditentukan pada ruang perawatan yang dipilih.
Manfaat kesehatan yang dijamin
Selain premi, yang juga penting dalam asuransi kesehatan adalah manfaat kesehatan yang bisa anda dapatkan dari kedua program ini: BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta. BPJS Kesehatan menawarkan manfaat yang cukup lengkap padahal biaya premi yang dibayarkan relatif murah. Beberapa manfaat yang didapatkan adalah rawat inap; rawat jalan; kehamilan dan melahirkan (termasuk operasi caesar); dan pelayanan optik atau kacamata.
Sedangkan asuransi kesehatan swasta lainnya biasa menawarkan manfaat kesehatan yang tidak selengkap itu. Misalnya, ada yang hanya menanggung biaya rawat inap saja tanpa ada biaya yang lain. Selain itu mereka juga biasanya membuat produk-produk yang sangat spesifik sehingga peserta perlu membayar premi lebih untuk asuransi-asuransi tambahan tersebut.
Keberadaan pre-existing condition
Secara ringkas, pre-existing condition adalah penyakit yang secara medis dinyatakan bersifat kronis kendati belum pernah disadari sebelumnya. BPJS Kesehatan tidak memandang kondisi ini sebagai persyaratan untuk menjamin seorang peserta bisa mendapatkan fasilitas kesehatan sebagaimana diatur. Dengan kata lain, semua penyakit yang diderita oleh peserta, baik kronis, akut, maupun kondisi lain yang sekiranya berat, tetap akan ditanggung oleh BPJS Kesehatan selama peserta memenuhi syarat.
Tidak demikian adanya dengan asuransi kesehatan swasta. Pre-existing condition menjadi salah satu komponen yang betul-betul diperhatikan dan menjadi salah satu yang diatur agar asuransi bisa cair. Pada umumnya perusahaan asuransi tidak akan menanggung klaim terhadap kondisi kesehatan yang diidap oleh peserta yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi dimulai. Kondisi itu misalnya, asma, TBC, diabetes, katarak, hepatitis, dan jenis-jenis penyakit lain yang memerlukan pembedahan.
Misalnya, ada salah satu perusahaan asuransi kesehatan swasta yang baru bisa menanggung penyakit tersebut setelah anda dijamin oleh perusahaan tersebut selama 12 bulan berturut-turut. Biasanya jangka waktulah yang kemudian diatur oleh perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan swasta, antara enam bulan hingga satu tahun pembayaran premi.
Persyaratan medical check up
Masih terkait dengan komponen sebelumnya, yakni soal penyakit yang sudah diidap oleh peserta sebelum perjanjian asuransi dimulai. Cara untuk mengetahuinya secara medis adalah dengan melakukan medical check up secara menyeluruh terhadap kondisi pasien. Karena BPJS Kesehatan tak memandang adanya kondisi tersebut, maka proses medical check up tidak perlu dilakukan bagi anda yang mendaftar sebagai peserta tersebut.
Lain halnya dengan aturan yang pada umumnya dibuat oleh perusahaan asuransi kesehatan swasta. Karena mereka menerapkan persyaratan tertentu agar peserta dapat mengklaim biaya pengobatan atas penyakit tersebut, biasanya mereka melakukan medical check up kepada para peserta sebelum memulai perjanjian asuransi.
Kendati demikian, tidak semua perusahaan asuransi mensyaratkan hal ini. Dari penelusuran informasi yang ada, hanya perusahaan asuransi tertentu saja yang menerapkan medical check up bagi calon pemegang polis asuransi darinya. Kalaupun sampai ada, biasanya biaya untuk melakukan pemeriksaan ini kemudian ditanggung oleh perusahaan asuransi karena memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Kondisi yang biasanya diperiksa adalah pemeriksaan fisik, analisa urin, analisa darah, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, dan sebagainya.
Batasan plafond
Dalam asuransi BPJS Kesehatan, tidak ada ditemukan adanya aturan pembatasan biaya penggantian atau plafond selama peserta mengikuti prosedur yang ada dan menggunakan kelas kamar yang sesuai dengan premi yang digunakan. Biasanya yang dibatasi kemudian adalah kelas kamar dan jenis-jenis pengobatan. Ketika seorang peserta memilih untuk menaikkan kelas kamar, maka dia harus menanggung kekurangan yang tak dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. Soal jenis pengobatan, peserta BPJS Kesehatan biasanya akan dipilihkan obat-obat generik atau obat lain yang masuk dalam aturan asuransi tersebut. Dengan kata lain, dokter tidak akan dengan mudah dan leluasa memberikan resep obat bagi peserta BPJS. Ketika peserta (pasien) menginginkan dokter leluasa, dia bisa meminta untuk kemudian membayar obat-obat yang tak tertanggung oleh asuransi.
Sedangkan, sebagian perusahaan asuransi kesehatan swasta secara ketat memberikan batasan soal ini. Misalnya, ada batasan biaya dokter, biaya obat dan tes laboratorium, batasan soal berapa hari rawat inap di rumah sakit, dan sebagainya. Jika kelak tagihan dari rumah sakit yang anda gunakan itu melebihi plafond atau batas yang sudah ditentukan, anda harus membayar kelebihan yang tidak ditanggung oleh asuransi. Metode penghitungan ini beragam, batasan biasanya diletakkan pada penyakit, ataupun waktu. Pada prinsipnya memang sama antara kedua produk ini, tetapi BPJS Kesehatan lebih luas untuk menggunakannya.
Proses penggunaan fasilitas
Setelah dari tadi disebutkan poin-poin yang cenderung memenangkan BPJS Kesehatan dibandingkan dengan perusahaan asuransi kesehatan swasta, poin ini dan dua poin berikutnya akan mencoba melihat hal yang juga perlu dipertimbangkan ketika kita secara teknis menjalani pengobatan sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Komponen pertimbangan pertama adalah soal sistem rujukan berjenjang yang berlaku pada BPJS Kesehatan. Sistem ini mensyaratkan peserta harus mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama (Faskes I) yang ditunjuk oleh pihak BPJS Kesehatan terlebih dahulu. Faskes I ini biasanya berupa Puskesmas atau klinik dokter. Dari sana baru kemudian dirujuk ke rumah sakit tertentu, untuk bagian spesialisasi tertentu.
Konsekuensi dari ini adalah keputusan rujukan bukan berada di tangan peserta, melainkan Faskes I. Dengan kata lain, peserta tidak punya kemampuan untuk memilih akan dirujuk kepada dokter siapa di rumah sakit mana. Padahal biasanya ada peserta yang sudah langganan atau sudah terbiasa dengan seorang dokter untuk penyakit-penyakit tertentu yang dideritanya.
Hal ini tentu akan menyulitkan ketika peserta berjumpa dengan hal-hal yang tak diharapkan seperti mengalami sakit ketika sedang di luar kota, ataupun berada dalam kondisi gawat darurat. Sebenarnya kalau untuk kondisi gawat darurat, peserta bisa langsung dibawa ke rumah sakit tanpa harus memerlukan rujukan dari Faskes I. Namun BPJS Kesehatan memiliki kriteria sendiri untuk menentukan bahwa kondisi tersebut dikategorikan sebagai gawat darurat atau bukan.
Proses yang panjang untuk mendapatkan fasilitas kesehatan ini tidak ditemui pada perusahaan asuransi kesehatan swasta. Pada umumnya mereka memang tidak mengenal sistem rujukan berjenjang. Jadi ketika peserta sakit, mereka langsung bisa datang ke rumah sakit mana saja untuk mendapatkan layanan yang sesuai dengan premi yang anda bayarkan tiap bulannya. Dalam hal ini prosesnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan BPJS Kesehatan, terutama untuk perusahaan asuransi kesehatan swasta yang memang sudah tersohor.
Jaringan kerjasama dengan rumah sakit
Saat ini memang dikabarkan bahwa tidak semua rumah sakit swasta menerima pasien yang akan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan yang dia miliki. Barangkali memang ada kendala potensi kacaunya neraca finansial mereka ataupun kendala teknis yang harus dipersiapkan ketika membuka kerja sama dengan pihak BPJS Kesehatan. Namun, kabar baiknya, ramai diberitakan di media bahwa Presiden Jokowi akan ?emaksa?semua rumah sakit swasta untuk membuka keran kerja sama dengan pihak BPJS Kesehatan, sehingga semua peserta dapat menikmati fasilitas kesehatan tersebut di mana saja.
Sedangkan perusahaan asuransi swasta sebenarnya juga mengalami kendala yang demikian, terutama perusahaan yang belum terlalu besar. Untuk perusahaan asuransi kesehatan swasta yang sudah terkenal di Indonesia tentu saja memilik jaringan rumah sakit yang lebih luas dan lebih besar. Bagi perusahaan yang kecil, kendala ini biasanya kemudian diakali dengan menerapkan aturan di rumah sakit A hanya untuk rawat jalan, sedangkan untuk rawat inap harus di rumah sakit B, dan sebagainya.
Sekali lagi, dalam kondisi gawat darurat, peserta BPJS Kesehatan bisa dirawat di rumah sakit manapun, termasuk rumah sakit yang belum bekerja sama dengan pihak BPJS Kesehatan. Namun perlu diingatkan kembali bahwa kriteria gawat darurat ditentukan oleh pihak mereka, bukan dari pihak peserta/pasien.
Penggantian biaya rumah sakit
Baru-baru ini diberitakan peserta BPJS Kesehatan yang marah-marah kepada petugas BPJS Kesehatan dan petugas rumah sakit karena dia merasa haknya sebagai peserta tidak dipenuhi. Nah, barangkali ada sesuatu yang belum dipahami oleh peserta, entah karena tidak diinformasikan dengan baik, atau karena peserta tidak mengenal aturan yang ditetapkan BPJS Kesehatan.
Banyak keluhan bahwa BPJS Kesehatan tidak mengganti biaya secara penuh padahal peserta sudah mengikuti kelas ruangan rawat inap, jenis obat, dan sebagainya. Sebenarnya pasti ada alasan di balik itu semua. Pada dasarnya memang BPJS Kesehatan menerapkan sistem paket tarif yang dinamakan INA CBGs. Sistem paket tarif ini menandakan BPJS Kesehatan sudah menyepakati di awal soal tarif berdasarkan diagnosa penyakit dan sebagainya dengan rumah sakit. Seringkali perhitungan ini berbeda dengan metode yang diterapkan rumah sakit.
Masalahnya, besaran biaya sudah dipatok di awal oleh BPJS Kesehatan, bahkan sebelum peserta menjalani perawatan. Metode ini memang membuat besaran biaya lebih bisa diatur, dikelola, dan diprediksi. Namun ini juga seringkali dianggap sebagai cara membunuh rumah sakit dengan perlahan-lahan. Bagaimana mungkin rumah sakit menanggung biaya perawatan? Nah, itulah yang menjadi masalahnya.
Baiklah, dari beberapa komponen pertimbangan di atas, mana yang anda rasa lebih baik untuk anda miliki? Sejatinya pertanyaan ini tidak perlu diajukan lantaran setiap orang bisa memiliki kondisi finansial dan kondisi kesehatan yang berbeda pula. Hendak menggunakan BPJS Kesehatan saja (karena ini wajib), atau dikolaborasikan dengan juga mengikuti asuransi kesehatan swasta, semua berada di tangan anda. Hal penting yang perlu kita pahami adalah kedua asuransi ini muncul bukan untuk bersaing, tetapi membuat warga menjadi lebih banyak memiliki fasilitas kesehatan untuk meningkatkan taraf hidup kita sendiri.
[…] Baca: BPJS Kesehatan Versus Asuransi Swasta […]